Jumat, 12 Agustus 2011
MENDALAMI PERMASALAHAN SEKTOR PERTANIAN DI TIMOR- LESTE
Letak geografis Timor Leste yang diapit oleh dua negara besar, Australia dan Indonesia yang mana yang pertama merupakan negara industri sedangkan yang satunya adalah negara berkembang dapat sebagai referensi gambaran umum kepada Timor Leste untuk belajar dari negara tetangganya.
Secara umum Timor leste beriklim tropis dan penduduknya secara kasat mata berprofesi sebagai petani yakni sektor agrikultur pertanian padi. Data statistik Sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan jumlah penduduk yang terctat adalah 1.066.409. jiwa dengan komposisi yang aktif dalam pengolahan lahan pertanian sebesar 63% dari keselurahn pendudk ( Diresaun Statistika nasional Timor Leste 2010) dan juga menurut Asia Development Bank jumlah pendudk separuh pulau Timor ini nilai Gross Domestik product pada tahun 2006 adalah $ 668 yang berarti tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara tetangganya Indonesia yang pada tahun yang sama mencatat GDP Indonesia senilai $10.031, serta Negara Asea lainnya Thailand GDP pada tahun yang sama mencapai $7.613. Meskipun Timor Leste memiliki sumber daya minyak di Timor sea akan tetapi menyadari sumber daya alam minyak merupakan sumber daya langka dan terbatas maka adalah sepantasnya negara timor Leste menopang dirinya melalui sektor dominan yang mana masyarakatnya berkecimpung. Oleh sebab itu karena masyarakat Timor leste mayoritas berpenghidupan dari sektor pertanian maka diharapkan ke depan pemerintah melalui APBN perlu memberi porsi lebih pada sektor ini.
Untuk membahas permasalahan yang dihadapi sektor pertanian di Timor Leste terutama akan digambarkan sistem governance di Timor Leste. Di Timor Leste memilki sitem semi presidensial yang di pilih setiap 5 tahun. Dimana negara memiliki seorang presiden yang dipilih langsung sesuai amanat undang-undang. Selain president Timor leste memiliki pula seorang perdana menteri yang dipilih dari hasil pemilihan umum parlamenter yang berfungsi untuk memilih kepala pemerintahan yang selanjutnya akan menyusun kabinet. Pada umumnya partai pemenang mutlak yang anggotanya akan menjadi perdana menteri atau jika tidak terjadi pemenang mutlak dari salah satu partai maka para partai mencari aliansi dan koalisi antar partai guna memenuhi target untuk membentuk suatu pemerintahan. Yang unik sampai pemilihan umum 2007 lalu Timor leste hanya memilki anggota parlamen tingkat nasional tidak punya parlament tingkat distrik oleh sebab itu sistem ini banyak dikenal dengan sistem pemilihan satu kamar. Tentunya selain Presiden, perdana menteri ada juga anggota parlamen dan lembaga hukum yang menunjang proses hukum di Timor Leste.
Berangkat dari uraian diatas jelas tergambar masyarakat Timor Leste masih banyak berpenghasilan dari sektor pertanian dan banyaknya kendala yang dihadapi sektor ini tidak terlepas dari ciri negara berkembang yaitu minimnya tigkat pendidikan, kurangn infrastuktur serta terpusatnya sistem pemerintahan yang turut memperlambat tumbuh kembangnya sektor ini. Sejalan dengan opini ini Bank Dunia (2006) menyebutkan bahwa sebagian besar penduduk negara sedang berkembang hidup di daerah pedesaan. Daerah pedesaan merupakan sebagai basis sektor pertanian. Sebagai perbandingan menurut Bank dunia (2006) kontribusi pertanian terhadap GDP dinegara sedang berkembang adalah sekitar 12 persen sedangkan di negara maju hanya sebesar 2 persen (Arsyad Lincolin).
3.1. Identifikasi sektor unggulan pertanian Timor Leste
Menyadari pembangunan ekonomi merupan sebuah sistem yang berkelanjutan maka, kiranya akan berfaedah jika sebuah negara dalam membangun negara tersebut bertumpuh pada sektor ekonomi yang berkelanjutan pula. Menelusiri berbagai sektor yang bergerak dalam perekonimian Timor leste akan di jumpai bahwa mayoritas penduduk negeri ini hidup dari penghasilan pertanian terutama padi yang menyebar pada seluruh distrik dan kopi untuk beberapa distrik seperti Ermera, Aileu, Same, dan Bobonaro. Perlu diketahui bahwa Timor Leste membagi teritorinya kedalam 13 distrik dan masing masing distrik dipimping oleh seorang Administrador distrik yang dipilih bedasarkan hasil tes dan seleksi bukan ditunjuk. Meskipun hanya 2 komoditas unggulan yang di paparkan diatas bukan berarati sektor agrikultur Timor leste dari bidang lain tidak berproduksi ,adapula bidang lain semacam jagung, kentang, sayur sayuran, buah buahan dan perikanan serta peternakan memiliki potensi untuk di kembangkan akan tetapi produksi bidang agrikultur perikanan dan peternakan yang disebutkan terakhir pada umumya masih bersifat produksi berskala kecil dan musiman. Oleh sebab itu kedepannya perlu di kembangkan.
Kebiasaan masyarakat yang saat ini mengonsumsi beras sangat banyak bahkan meningkat data statistik 2011 menunjukan penduduk TL mencapai 1,06 juta orang (Timor Leste sensus penduduk 2010) dari yang dulunya hanya kurang dari 552.350 jiwa pada tahun 1980 dan meninkat pada tahun 2004 menjadi 923.198 jiwa pada tahun 2004 hingga mencapai 1.066.409 jiwa pada tahun 2010 mengidentifikasikan bahwa keperluan pangan nasional sangat mendesak untuk dikembangkan dan disediakan agar beban anggaran negara tidak terkuras oleh beban impor bahan pokok seperti beras kedepannya. Perlu di ketahui saat ini Timor Leste masih mengimpor beras dari Vietnam dan selanjutnya pemerintah melalui perusahaan - perusahaan mendistribusikannya ke pasar dengan harga yang terjangkau $12 Amerika Serikat ( harga beras subsidi tahun 20010-2012) sehingga memberi peluang kepada semua masyrakat untuk membelinya.
Table Pertumbuhan Penduduk dalam beberapa Periode
Sebuah ironi terlihat dari penjelasan diatas meskipun Timor Leste masyarakatnya mayoritas penduduknya hidup dari sektor pertanian dan mereka memiliki lahan untuk ditanami akan tetapi output dari bidang pertanian khususnya padi belum mencukupi untuk kebutuhan pangan nasional. Sebab itulah setiap tahun Timor Leste masih bergantung pada beras impor asal vietnam. Perlu ditambahkan pula sejak pemerintahan baru bentukan tahun 2007 sebenarnya pemerintah telah bertindak nyata untuk mendorong supaya sektor ini bergerak maju. Hal nyata yang dimaksudkan adaalah program pemerintah yang dengan anggaran belanja negaranya mengangarkan bantuan traktor tangan melalui kementrian Pertanian dan perikanan Timor leste kepada para kelompok tani dan juga membantu membuka lahan tidur baru bagi masyarakat yang membutuhkan tanpa di bebani oleh biaya apapun, meskipun demikian setelah berjalan hampir 4 tahun akan tetapi tidak menunjukan hasil yang signifikan sehingga impor beras masih seperti dilakukan hingga saat ini.
Sektor pertanian biji kopi yang mempunyai pasar baik lokal maupun luar negeri saat ini sedang gencarnya di kembangkan. Nilai lebih kopi Timor Leste adalah pada nilai keaslian biji kopi tanpa adanya campuran kimia ( Kopi Hibrida) dalam pengembangannya hal ini di mungkinkan karena mayoritas kopi yang tumbuh sekarang adalah hasil penanaman kopi sejak jaman penjajahan Portugis yang pada umumnya berlokasi di daerah pegunungan dan terlebih harus yang berhawa dingin . Oleh sebab itu aroma biji kopi yang dihasilkan memukau pasar, akan tetapi petani kopi merupakan petani yang panen musiman oleh karenanya perlu alternatif lain guna menunjang petani kopi ini.
Terpampang dari penjelasan singkat tersebut diatas bahwa penduduk Timor Leste yang kebanyakan hidup dan berpenghasilan dari sektor pertanian ini, adalah sudah sepatutnya diberi perhatian lebih agar dapat menjadi input bagi sektor lain yang boleh menghasilkan output yang lebih berkwalitas. Untuk tidak mengandalkan satu jenis produksi pertanian akan lebih baik jika difersifikasi produk pertanian perlu di lakukan agar tidak terjadi penumpukan hasil produksi yang bisa menyebabkan turunnya nilai pasar produk tersebut.
3.2. Sistem pertanian di Timor Leste dan Kendalanya
Seperti di gambarkan tadi mayoritas masyarakat hidup dari bercocok tanam tanaman pertanian, perikanan dan peternakan akan tetapai ternyata output yang dihasilkan masih belum mencukupi untuk konsumsi dalam negeri. Hal ini tidak terlepas dari corak sistem pertanian di Timor Leste yang kebanyakan masih tradisional dan masih kuatnya budaya soasial yang mengikat para petani, nelayan dan peternak sehingga menghambat proses optimalisasi priduksi tertentu.
Di Timor leste masih dijumpai sistem buka lahan tradisionil berpindah pindah. Ini dapat di ketemukan di desa-desa yang letaknya jauh dari kota. Sistem ini berdampak buruk bagi lingkungan sebab, setiap pembukaan lahan baru selalu di sertai dengan pembakaran hutan yang merugikan sistem ekosistem makluk hidup di sekitarnya. Karena sistem ini sangat tradisional maka produksi yang di dapat dari kegiatan ini adalah hanya cukup untuk di konsumsi sendiri bukan untuk di jual. oleh sebab itu kegiatanpada tahapan ini tercermin dalam salah satu ciri tahapan sistem ekonomi yang di yakini oleh mazhab Historismus Karl Bucher yang mengkategorikan bahwa perkembangan ekonomi akan melalui tiga tahap yaitu(Arsyad Lincolin ,2010):
1. Perekonomian subsisten, dimana produksi untuk diri sendiri.
2. Perekonomian kota, dimana perdagangan sudah meluas
3. Perekonomian nasional, diamana peran pedagang semakin meluas
Tentunya jelas pola bercocok tanam di banyak perkampungan di Timor Leste seperti penjelasan diatas merupakan corak perkembangan ekonomi yang menurut Bucher adalah masih bersifat subsisten. Selain cara bercocok tanam berpindah sebenarnya sudah banyak petani yang bercocok tanam menetap pada lahan tertentu dan kebanyakan petani golongan ini selain bertani untuk konsumsi sendiri mereka juga mempunyai akses ke pasar untuk di jual. Petani golongan ini banyak di ketemukan di tingkat sub distrik dan distrik. Menelusiri kembali mengapa petani Timor Leste tidak mampu memproduksi hasil pertanian sendiri hingga meghasilkan output yang banyak secara nasional jawabannya adalah terlebih lebih karena rendahnya tingkat pendidikan yang di punyai petani, masih tidak memadainya sistem irigasi yang baik, kurangnya tenaga teknis yang mendampingi para petani, minimnya informasi pasar, buruknya sistem infrastruktur jalan untuk menghubungkan daerah daerah dan kurangnya kwalitas barang produksi pertanian dalam menyaingi produk luar negeri yang telah masuk di pasar Timor Leste.
Sistem bertani dan bercocok tanam yang kurang produktif di tambah sistem irigasi yang tidak memadai, kurangnya tenaga ahli dalam memberi penyuluhan kepada petani turut menyebabkan rendahnya output dari sektor ini dan berdampak langsung pada kwalitas output barang pertanian, serta sukarnya sistem transportasi jalan yang tidak memadai, itu semua secara keselurahan sukar untuk menopang pangan nasional agar bisa mandiri menghidupi penduduknya.
Menyadari impor khususnya beras dari luar negeri secara nyata telah mengancam kehidupan masyarakat dan menguras devisa negarai. Maka perlu peningkatan secara berkala dan terencana guna penuhan stok pangan nasional. Pembenahan dini perlu di lakukan di Timor Leste agar terpenuhi produksi pangan nasional khususnya beras memperlancar aliran proses produksi yang berguna untuk memajukan produksi dalam negeri.
3.3. Persaingan Produk Beras Impor dan Lokal
Secara umum masuknya produk asing melalui import terlebih beras adalah menguntungkan pihak konsumen karena pertama konsumen memiliki daftar preferensis yang beragam dalam memilih mengonsumsi. Akan tetapi, dilain pihak disadari bahwa dengan masuknya produk beras impor sebetulnya telah mematikan semangat para petani dalam berproduksi. Sebab, secara umum biaya input produksi untuk menghasilkan beras di Timor Leste tergolong mahal. Karena mahalnya input produksi pertanian seperti pupuk, semprotan pestisida, sewa tenaga buru secara simultan sangat berpengaruh terhadap out pertanian yang di hasilkan. Secara gambaran, di Timor Leste beras import dengan kualitas bersih dengan berat 25kg dihargai dengan $14 Amerika Serikat ( saat ini Timor Leste sentara waktu mengadopsi Amrika Dolar sebagai Mata uang resmi dalam perekonomiannya) sedangkan untuk menghasilkan produk yang sama persis dengan berat yang sama rata-rata harga jualnya lebih mahal dari beras import tersebut. Masuknya beras import ini secara kaca mata konsumen baik, akan tetapi secara nasional tidak baik sebab mematikan produksi pertanian dalam negeri dan juga mematikan selera petani untuk berproduksi dalam kuantitas yang lebih banyak. Persaingan semacam ini bisa dihentikan paling tidak di kontrol jika pemerintah serius menaikan produksi pangan nasional dengan metode mengangarkan dalam tiap APBN dengan fokus perluasan lahan pertanian dan penigkatan mutu produksi dari pertanian, sehingga Timor Leste tidak terlalu mengantungkan beras import melainkan import yang kedepan dilakukan adalah import untuk pelengkap jika memang perlu di lakukan.
Untuk menigkatkan produk pertanian, diperlukan kemauan dan tekad yang kuat dari para perancang negara. Oleh karena itu dalam sektor pertanian yang mana mayoritas penduduk menaruh penghidupannya Pemerintah Timor Leste perlu memiliki rencana dan target yang jelas, agar dijadikan peta dalam mengambil kebijakan – kebijakan. Yang terpenting apapun kebijakannya itu sebaiknya yang pro masyarakat dan memotivasi proses produksi pertanian nasional. Hal ini menurut hemat penulis dapat di tempuh dengan berbagai cara:
1 Mengingat mayoritas masyarakat masih hidup di sektor pertanian maka pemerintah perlu memotivasi para petani agar terus mau berproduksi dan pemerintah pula yang perlu memberi penyuluhan kepada petani metode terbaik dalam bercocok tanam agar dalam diharapkan dapat memberikan output yang maksimal dalam panennya.
2 Pemerintah Timor Leste perlu menangarkan dana APBN pada sektor pertanian dengan tujuan memperbaiki sarana pendukung proses pertanian seperti perbaikan irigasi agar lebih baik, melakukan cobaan terhadap varians unggul tertentu yang bisa lebih tahan hama dan penyakit serta menyediakan fasilitas murah bagi input pertanian agar out put yang dihasilkan bisa murah dan bisa bersaing.
3.Pemerintah perlu melakukan himbauan mora kepada masyarakat agar lebih mencintai produk dalam negeri dan mengonsumsi produk pertanian dalam negeri agar pasar para petani makin luas.
Langganan:
Postingan (Atom)